LaM8SnlyhO5tX8fWRh51ZtOsoiNS32zuVQj6lOS1

Fase Yaudah Aja: Belajar Menerima Hidup dan Berdamai dengan Hal yang Tak Bisa Dikendalikan

Posting Komentar

Fase Yaudah Aja: Belajar Menerima Hidup dan Berdamai dengan Hal yang Tak Bisa Dikendalikan
Melepas bukan berarti berhenti, tapi memberi ruang untuk hatimu bernafas

Akhir-akhir ini aku merasa berada di fase yang “yaudah aja.”

Entah bagaimana menjelaskannya, tapi ini bukan fase hampa, sedih, atau kehilangan arah seperti sebelumnya. Aku justru merasa lebih ringan seperti air yang akhirnya berhenti melawan arus dan memilih mengalir saja ke mana takdir menuntun.

Aku menyebutnya fase pasrah, tapi bukan tanpa usaha. Aku tetap berjalan, tetap berusaha, hanya saja tanpa perlawanan berlebihan. Mungkin ini bentuk penerimaan yang selama ini sulit aku pahami. Bahwa tidak semua hal harus bisa aku kendalikan, dan tidak semua hal akan berjalan sesuai keinginanku.

Kalaupun ada batu atau kerikil yang tiba-tiba menghantam, aku hanya menghela napas dan berkata dalam hati, “Oh, yaudah.”

Bukan karena menyerah, tapi karena aku tahu: sakitnya akan lewat, kecewanya akan reda, dan hidup tetap berjalan seperti biasa.

Sekarang, ketika tiba-tiba muncul rasa kesal, aku nggak lagi buru-buru mengusirnya. Aku akui aja, “Oh iya, aku lagi kesel karena tadi begini, begini.” Setelah itu, aku biarkan rasa itu mengendap, lalu pelan-pelan aku letakkan dalam kotak kosong di sudut pikiranku—bukan untuk dilupakan, tapi agar tak lagi membebani.

Kadang aku mikir, mungkin memang begini caranya hidup mengajarkan tenang.

Lewat fase-fase yang dulu bikin aku jungkir balik, sampai akhirnya aku sadar: ternyata semua yang terasa berat kemarin cuma sedang membentuk versi diriku yang lebih siap hari ini.

Aku juga sedang belajar untuk simpati tanpa kemelekatan.

Aku mau tetap jadi orang baik tetap bisa mendengarkan curhatan teman-temanku tanpa harus kehilangan diriku sendiri. Karena dulu, aku sering melekat terlalu dalam. Ketika teman bercerita dan sedih, aku ikut tenggelam di dalam sedihnya. Sekarang, aku sedang belajar membedakan antara peduli dan terlalu ikut hanyut.

Aku juga belajar untuk yaudah aja pada hal-hal yang memang tidak bisa aku kendalikan.

Setiap kali sesuatu terasa berat, aku mulai bertanya pada diri sendiri,

“Apakah ini bisa aku kendalikan?”

Kalau jawabannya tidak, aku mencoba menerima,

dan memberi pengertian pada

pikiranku sendiri bahwa tidak semua hal harus

diselesaikan olehku. Dan entah kenapa,

dari situ aku mulai merasa sedikit lega.


Mungkin ini juga bentuk doa yang diam-diam terkabul: bukan supaya hidup jadi sempurna, tapi supaya hatiku bisa lebih lapang menerima yang nggak sempurna.

Dan entah kenapa, di fase “yaudah aja” ini aku justru merasa lebih damai.

Bukan karena semua baik-baik saja, tapi karena akhirnya aku bisa berdamai dengan hal-hal yang nggak bisa aku ubah.




Terbaru Lebih lama

Related Posts

Posting Komentar